Cara Mengetahui Minat dalam Kepenulisan
Menulis merupakan sebuah kegiatan dalam rangka memperkaya ketajaman fikiran. Selain itu, kegiatan menulis juga dapat membantu kita dalam mengingat ilmu yang telah kita pelajari. Serta, dengan menulis kita akan dapat menyampaikan gagasan pemikiran kita kepada khalayak ramai, sehingga akan dapat mencerdaskan masyarakat luas.
Di dalam kegiatan kepenulisan tidak akan pernah mengenal istilah terlambat, jika kita baru merasakan akan pentingnya belajar dalam dunia kepenulisan maka tidak ada salahnya jika kita baru melakukannya, yang terpenting kita mempunyai suatu hasrat untuk berbagi ilmu dan beramal.
Kegiatan menulis pada kebanyakan orang, sering dilakukan secara otodidak. Namun, yang terpenting adalah latihan secara kesinambungan yang mengantarkan kepada penguasaan dari pada teknik kepenulisan tersebut dan ciri khas atau gaya kepenulisan seseorang.
Di dalam proses pembelajaran kepenulisan terutama bagi penulis pemula, sangat sulit rasanya untuk fokus menulis dalam bidang tertentu. Padahal, ada orang yang suka tertarik terhadap banyak hal seperti fenomena yang terjadi di masyarakat, politik, olah raga, motivasi, pengembangan diri dan sebagainya. Ini membuat kebanyakan penulis pemula tidak mengetahui secara mendalam bidang tersebut.
Awalnya, banyak penulis pemula mencoba belajar menulis apa saja baik fiksi dan non fiksi. Ini dilakukan karena banyak saran dari buku bacaan tentang kepenulisan, bahwa untuk memulai belajar menulis, menulislah apa saja dan dalam perjalanan nanti akan terbentuk sendiri cocoknya di penulisan seperti apa. Meski pun ada juga yang belum berhasil membuat tulisan yang dipublikasikan. Ada yang merasa kecenderungannya adalah menulis semacam essay, opini dan sejenisnya. Kata orang, untuk berhasil kita harus fokus. Tetapi untuk fokus, kita kan harus tahu dulu minat dan kelebihan kita di mana.
Menurut pengalaman O. Solihin ( Seorang Penulis,dengan tema remaja dalam sudut pandang Islam ),” untuk menulis itu memang bergantung kepada motivasinya.” Itu sebabnya, pilihan minat menulis, gaya seperti apa yang ingin diterapkan dalam menulis, jenis tulisan yang ingin dicoba ditulis secara rutin, dan sejenisnya akan ikut terpengaruh sesuai dengan motivasi menulis kita. Tapi Insya Allah bisa diketahui secara sekilas dengan cara membaca karya-karya yang ditulis oleh orang tersebut. Jika ia sering menulis cerpen, berarti memang minat dan fokusnya ke sana. Jika si penulis itu sering membuat esai, jelas juga bahwa minatnya di bidang penulis nonfiksi.
Nah, berkaitan dengan menumbuhkan minat menulis dan mengetahui jenis tulisan apa yang ingin ditulis, maka terlebih dahulu menentukan motivasi kita dalam menulis. Motivasi ini penting sebab berkaitan dengan masa depan minat kita dalam menulis. Jika motivasi menulis kita hanya sebagai mengisi waktu luang saja, maka sudah pasti begitu kita padat waktu, menulis menjadi tidak pernah kita lakukan. Jika motivasinya adalah mendapat popularitas, maka ketika sudah didapatkan, kita jadi haus sanjungan dan sangat mungkin untuk terus menulis. Tapi bisa juga malah berhenti menulis karena yang penting sudah mendapat popularitas. Begitu juga sebaliknya, ketika popularitas tak kunjung datang, meski sudah puluhan atau ratusan tulisan kita buat, kita akan jadi malas untuk menulis lagi. Jika motivasinya adalah untuk mendapatkan materi, maka ketika materi sudah banyak kita raih kebiasaan menulis kita juga terhenti. Bahkan jika materi terus melimpah, maka menulis mungkin saja ditinggalkan. Kreativitas kita terhenti dan inovasi kita melempem. Termasuk sebaliknya, jika materi tak kunjung kita raih meski sudah banyak tulisan yang kita buat, maka kita akan berhenti menulis. Toh pikir kita, menulis tak mendatangkan kekayaan. Tentu saja jika ini yang dijadikan motivasi utama kita dalam menulis. Semoga kita bukan termasuk orang-orang demikian.
Apa sebaiknya motivasi yang perlu kita tetapkan dalam menulis? Sebaiknya diserahkan kepada masing-masing penulis. Namun, bisa kita belajar dari para penulis yang ternyata sampai sekarang terus berkarya meski usia sudah menggerogoti staminanya, meski sudah mendapatkan banyak materi dan popularitas. Motivasinya apa jika demikian? Idealisme. Ya, idealisme. Terlepas dari idealisme mereka benar atau salah, keliru atau kurang tepat. Yang pasti mereka telah berhasil menunjukkan bukti bahwa menulis dengan motivasi idealisme akan lebih awet dan terus terjaga. Misalnya Pramoedya Ananta Toer, beliau menulis terus meski harus menjalani hukuman diasingkan oleh pemerintah karena dianggap tulisannya berbau ideologi “kiri”. Selain ilmu dan semangat, pasti ada idealisme yang menancap kuat dalam tujuan dan motivasi menulis beliau. Terlepas dari salah atau benar. Ini sekadar menyebut contoh, masih banyak penulis lain, misalnya Bung Karno, Presiden RI pertama yang rajin menulis, Pak Rosihan Anwar, HB Yassin dan lainnya. Insya Allah banyak.
Ada yang memiliki motivasi yang kemudian menjadikannya lebih fokus menulis jenis tulisan tertentu dengan segmen pembaca tertentu pula. Kita jangan takut merasa berbeda dengan orang lain, karena perbedaan justru menjadikan diri kita spesial. Ukuran kita maju bukan membandingkan atau melihat keberhasilan orang lain. Tapi jadikan keberhasilan orang lain sebagai sarana untuk memicu dan memacu prestasi kita. “Dia aja bisa kenapa saya nggak?”. Jadikan keberhasilan orang lain sebagai inspirasi untuk keberhasilan kita. Tapi jangan terjebak untuk “copy paste” diri orang lain kepada diri kita.
Seperti penulis yang bernama O. Solihin ini, yang memiliki tujuan ketika ingin belajar menulis lebih serius adalah ingin menyampaikan kebenaran Islam kepada remaja karena dalam diri seorang O. Solihin, merasa waktu remaja dulu tidak mengenal bacaan yang bisa memberikan bimbingan dan arahan yang baik dalam keislamannya. Nah, tujuan tersebut sudah diputuskan. Jadi, beliau ingin menulis dengan gaya remaja karena ditujukan untuk remaja dan tema yang akan sering ia tulis adalah tema remaja yang ditulis dalam sudut pandang Islam. Kemudian niat atau motivasinya adalah menulis sebagai sarana dakwah dan perjuangannya. Alhamdulillah dengan motivasi seperti ini, O. Solihin merasa tetap fresh untuk menulis. Terus menumbuhkan kreativitas dan inovasinya dalam menulis. Karena itu, dia sampai saat ini memang fokus membidik remaja dengan gaya tulisan remaja yang sudut pandang arahannya kepada remaja dengan menjadikan Islam sebagai solusi.
Itu sebabnya, untuk bisa mengetahui minat seseorang dalam menulis. Kita bisa merunut kelebihan dan kelemahan yang dimiliki. Menuliskan daftar minat itu di selembar kertas atau di lembar kerja MS Word di komputer (misalnya, menulis tentang agama, olahraga, teknik, ekonomi, sosial, budaya, politik dsb). Usahakan tulis dengan jujur kepada diri sendiri dan mengukurnya dengan obyektif. Setelah mendapatkan jawaban dari daftar tersebut, yakni dengan memantapkan pilihan yang memang cocok dengan kondisi pribadi saat ini, maka itulah yang harus dikerjakan. Apa pun risikonya nanti. Sebab, jangan takut menghadapi risiko, anggap saja risiko sebagai kesempatan untuk belajar menjadi berani. Jika sudah demikian niatnya, maka kita bisa mulai fokus mengerahkan kemampuan yang sudah diputuskan dan mengesampingkan minat lain yang menurut diri sendiri belum sanggup untuk dikerjakan. Fokus. Karena fokus akan memberikan efek perhatian dan kepedulian kita yang lebih dalam bekerja.
Oya, satu lagi. Di kalangan para penulis berlaku pameo: “apa yang kita baca, itulah yang kita tulis” Artinya, budaya menulis ini sering berbanding lurus dengan apa yang kita baca. Sering membaca fiksi, maka besar kemungkinan kita akan menulis jenis tulisan fiksi. Begitu pun sebaliknya. Seringnya kita membaca karya nonfiksi, maka tulisan kita juga akan ke arah sana. Nah, untuk menentukan fokus dan minat menulis, kita bisa mengukur kemampuan diri, di mana minat dan fokus menulis akan digarap dengan melihat bacaan yang selama ini diminati lebih banyak dan lebih penuh perhatian bagi kita.
0 comments