Silaturrahmi dalam Perjalanan Lintas Benua
Judul buku: The Journal of a Muslim Traveler
Sebuah Jurnal Perjalanan Melintasi Asia, Amerika, Eropa,
dan Australia
Penulis: Heru Susetyo
Penerbit: PT Lingkar Pena Kreativa, 2009
Tebal: xix + 277 halaman
Berpetualang memang mengasyikkan. Apalagi bila bisa bertemu dengan saudara-saudara seiman di tempat yang jauh dari Tanah Air.
Pengalaman itu didapat Heru Susetyo dalam petualangannya di empat benua: Asia, Australia, Amerika, dan Eropa. Di keempat benua itu dia banyak bertemu dengan masyarakat minoritas muslim, dan para aktivis muslim, baik pria maupun wanita.
Berbagai kisah dan pengalaman dalam petualangannya tertuang dalam buku ini. Sebelumnya, kisah-kisah tersebut telah ditulis di sejumlah media, seperti Ummi, Tarbawi, Sakinah, Saksi, Suara Hidayatullah, dan Sabili, dalam kurun waktu 2000-2009.
Apa tujuan perjalanannya? Dia mengaku bukan semata-mata untuk meng-entertain diri, tapi juga memiliki tujuan, antara lain ber-traveling dalam rangka dan sebagai aktivis HAM yang berperspektif Islam. (hal ix)
Mengenai istilah Muslim Traveller, dia menilainya sebagai pilihan tema yang menarik. Karena sejatinya kita semua adalah pejalan, para penempuh jalan menuju kebenaran. Dan bukan tidak mungkin kita akan menemukan Tuhan di perjalanan, sebagaiman kisah hidup Nabi Ibrahim yang belajar dari fenomena alam sebelum meyakini bahwa Penciptanya jauh lebih mulia daripada bintang, bulan, dan matahari.
Heru mengaku tak tahu kapan akan mengakhiri perjalanannya. Dia tahu kapan memulai, tapi tak tahu kapan akan berhenti. Termasuk, sampai kapan masih bisa berjalan. (hal xvii)
Buku ini menarik dibaca karena penulisnya juga melaporkan pengalamannya berada di daerah konflik seperti Thailand Selatan dan Mindanao.
Membacanya seperti membaca reportase seorang wartawan langsung dari daerah konflik. Tentu tidak melulu melaporkan konflik yang terjadi. Namun juga dibarengi dengan tulisan human interest tentang kehidupan masyarakat muslim yang menjadi minoritas di wilayah tersebut.
Selain Thailand dan Filipina, negara Asia lainnya yang Heru kunjungi adalah Kamboja, Jepang dan Cina.
Dari kunjungannya ke Eropa, dia melaporkan perjumpaannya dengan para aktivis muslim, seperti Famile Fatma Arslan, pengacara muslimah berjilbab pertama di Belanda; dan Karimah, seorang mualaf yang menjadi pejabat tinggi di Kementerian Kehakiman Republik Ceko.
Dalam perjalanannya ke AS dan Kanada, dia berjumpa dengan aktivis muslim asal Indonesia. Di AS, Heru sempat mewawancarai Ustad Mohammad A. Joban, Chaplain (rohaniwan muslim) di Correctional Center Washington State dan Imam Masjid Olympia, Washington.
Sementara di Kanada dia berjumpa dua kakak beradik asal Indonesia, Sawitri Mardhiyani (Wiwit) dan Ahmad Lukman (Uki) yang menjadi aktivis organisasi mahasiwa muslim di kampusnya masing-masing.
Satu hal yang mengagumkan dari kedua kakak beradik itu adalah semangat mereka dalam berdakwah. Mulai dari pilihan pakaian hingga aktivitasnya sudah menunjukkan keseriusan mereka dalam berdakwah.
Uki, misalnya, sejak high school sudah turut mempelopori salat Jumat di sekolahnya. Kala itu dia menghadap kepala sekolah dan minta disediakan tempat salat buat murid muslim.
Kini, hampir setiap pekan Uki menjadi khatib Jumat keliling di sekolah-sekolah di sekitar Ottawa.
Sementara Wiwit jadwal dakwahnya juga padat sepekan penuh. Dia aktif minimal di tiga pengajian (halaqah) internasional di Ottawa setiap pekannya.
Kedua anak muda ini berasal dari keluarga aktivis dakwah. Kedua orang tua mereka, Setiadi Yazid dan Amy Hamidah, merupakan sesepuh pengajian Indonesia di Amerika Utara. Mereka juga aktif di komunitas dan pengajian internasional. (hal 238-242)
Untuk dibilang sebagai petualangan keliling dunia, buku ini belum memenuhi syarat karena tak ada laporan perjalanan ke Afrika. Entah karena belum ditulis, atau Heru sendiri yang belum sampai ke sana, tak ada keterangan resmi dari penulisnya.
Meski demikian, kehadiran buku ini telah memberi inspirasi bagi pembacanya untuk selalu bersilaturrahmi dengan saudara seiman seagama di mana pun berada.
Selain itu, laporan perjalanan dalam buku ini bisa menambah wawasan pembaca mengenai aktivitas dan geliat dakwah di negara-negara yang penduduk muslimnya minoritas. Siapa tahu ada di antara pembaca yang tergerak hatinya untuk berdakwah di negara-negara tersebut.
0 comments