Dilema Ujian Nasional
UN cukup menarik untuk diobrolin, ujian ini sebenarnya udah cukup lama ada, dan bukan barang baru lagi. Jaman dulu dikenal dengan Ebtanas, terus kemudian menjelma menjadi Ujian Nasional alias UN, terus apa yang berbeda dengan UN? UN ini muncul sebagai salah satu tools/alat untuk melakukan standardisasi kualitas pendidikan di Indonesia. Wow pendidikan yang standar, boleh juga tuh. Sebenarnya ide standardisasi bukanlah ide baru, kita bisa menemukan ide ini dengan mudah bila kita gunakan kacamata produksi dalam Kapitalisme.
Bagi kamu para remaja, kamu harus mulai ngeh dengan situasi pendidikan di Indonesia, kamu harus nyadar kalo kita emang nggak hidup dalam kondisi yang ideal, jadi kamu harus bisa menyesuaikan diri, pilih mana yang memang harus dan perlu dipelajari dan worth alias berharga untuk diperjuangkan, tinggalin yang nggak perlu. Pelajari Islam seperti kuatnya keinginan kamu untuk lolos UN, Kenapa? Karena hanya Islam yang mengantarkan keselamatan di akhirat, tempat dimana kehidupan adalah abadi.
Jangan mau pendidikanmu dikapitalisasi murni, karena kamu berhak mendapatkan pendidikan yang layak dan berkualitas, supaya kamunya juga berkualitas. Tolak bocoran UN dari guru kamu, kerjakan semaksimal kamu bisa. Terus gimana kalo nggak lulus? Tanya sama guru kamu kenapa sampai ngga bisa lulus, mereka bertanggung jawab terhadap kelulusan dan kualitas pendidikan yang kamu terima. Kalo mereka kemudian berlepas diri dari tanggung jawab? Simple, itu artinya mereka penyelenggara pendidikan yang tidak berkualitas, cari sekolah lain saja, insya Allah masih banyak penyelenggara pendidikan yang berkualitas.
Bagi para penyelenggara pendidikan di negeri ini, bersikaplah fair dan jujur, kalo emang mengharapkan output dengan standar kualitas yang baik, tentu juga seharusnya menstandardisasi pelayanan pendidikan dan fasilitas pendidikan yang diberikan, baru kita bisa ngomong soal standar kelulusan dan biaya (yang hampir pasti mahal). Kalo murid yang nggak berkualitas tidak lolos UN, maka guru yang tidak berkualitas pun harus diberhentikan, pemerintah harus “tega” memecat guru-guru yang bekerja di bawah standar.
Pemerintah juga harus memastikan nggak ada bangunan sekolah yang ambruk, sekolah yang digusur dll, masih banyak pendidikan diselenggarakan dengan “seadanya” di negeri ini. Kalo mau jujur pada diri sendiri, sebenernya kita masih jauh ngomongin soal standardisasi.
Bagi para orang tua, memang menyenangkan dan membanggakan memiliki anak yang pandai dan cerdas, apalagi menonjol di sekolahnya, namun bukan itu tujuan mereka hidup di dunia ini. Menjadi juara kelas bukanlah segalanya, apalagi di sekolah yang sekuler dan perilaku anak kebawa jadi sekuler. Menjadi juara dalam memahami fisika, biologi, matematika, kimia dll, di sekolah yang sekuler sebenernya tidaklah membanggakan. Bila kita membenci sekulerisme maka jangan mau menyekolahkan anak kita ke sekolah yang sekuler yang bakalan menjadikan kepribadian anak kita kebawa jadi sekuler.
Lain ceritanya bila pendidikan agama sudah menjadi mahal, baru deh wajib nangis darah nasional. Perlu kita ingat, bahwa mendidik tetap menjadi kewajiban orang tua, kewajiban ini tidak bisa ditransfer ke guru di sekolah! Bahkan kewajiban ini nanti akan kita pertanggung jawabkan di akhirat. Sebagai orang tua, pendidikan kepada anak harus diarahkan kepada tujuan mereka hidup di dunia ini, yaitu untuk beribadah, seperti yang tercantum dalam QS-adzzariyat ayat 56 (silakan dibaca dengan seksama ya).
Mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan terjangkau, masih dalam angan-angan, namun bukan berarti kita diam saja, karena Allah SWT nggak akan mengubah keadaan suatu kaum, kecuali mereka sendiri pengen berubah! Yuk kita reformasi cara berfikir kita mengenai apa itu cerdas, seberapa perlukah kita berkompetisi dalam kecerdasan? Seberapa pentingkah juara kelas? Dan mau apa setelah jadi juara kelas dan sukses menembus sekolah bergengsi? Apakah kemudian otomatis menjadikan mereka masuk surga? Jangan mau dijadikan obyek untuk diperas dan diekploitasi oleh kapitalisme!
Sungguh mengerikan bila masyarakat kita dipimpin oleh orang-orang yang dididik seperti ini, dipimpin dan dikendalikan oleh kelompok masyarakat yang cerdas menurut standar sekuler dan cerdas menurut standar kapitalis, jangan heran kalo sangat sulit mengenyahkan kedua sistem kufur tersebut dari bumi Indonesia, dan tragisnya, sebagian dari kita malah menikmatinya (baik dengan kesadaran penuh maupun pura-pura nggak tahu)
Ok deh, kita harus sadar bahwa pendidikan di Indonesia masih jauh dari standar yang dibikin sendiri oleh penyelenggaranya. Hasil dari sistem pendidikan itu pun nggak memberikan indikasi perbaikan dan kemanfaatan kepada bangsa ini, kecuali keuntungan pribadi di masing-masing level, terbukti masih terpuruknya bangsa ini, sejak dideklarasikan merdeka 64 tahun yang lalu.. Hampir satu generasi telah lewat, masih perlu berapa generasi lagi untuk berubah? Kalo kita merdeka saja perlu 3,5 abad, perlu berapa lama untuk bisa membangkitkan umat ini?
yang perlu kita lakukan saat ini adalah: sadar, belajar, mehami, dan mengamalkan dalam perjuangan untuk lebih baik lagi. Maju bersama untuk melawan penjajahan kapitalisme dan menjadikan Islam satu-satunya sebagai sistem pengangganti kapitalisme. Sebab, cuma Islam yang bisa menyelesaikan semua masalah. Tapi ada syaratnya, yakni Islam yang diterapkan sebagai ideologi negara dalam bingkai Khilafah Islamiyah. Iya nggak sih? Sip dehhttp://www.gaulislam.com/dilema-ujian-nasional
0 comments