Menggugat Mitos Lulus

By 15.59


Bebas, itu yang udah kebayang di benak Dini, remaja yang kebetulan baru aja melewati masa kritis (jiele..emangnya operasi caesar ya?). Setelah satu bulan lebih harus ‘perang’ melawan buku-buku pelajaran mulai dari kelas 1 sampe kelas 3. UAN alias Ujian akhir Nasional udah dilaluinya dengan selamat. Setelah berjibaku dengan tangan dipake kaki, kaki dipake tangan …he.he..kayak akrobat ya. Bukan akrobat, tapi buat menggambarkan remaja seperti Dini ketika menghadapi “session” kehidupan seperti UAN, kayak melalui sebuah terowongan gelap gulita yang nggak ada cahaya sedikitpun.

Nah, di kesempatan berbahagia ini ijinkanlah (yee…ceramah nih) kita istilahnya mau ngasih sedikit kado. Kado itu bukan berupa barang mewah, atau perhiasan yang mengkilat, kado yang kita berikan hanya berupa sumbangan pemikiran.

Emang sih, Imud belum sempet menanyakan semua anak SMU, gimana rasanya lulus sekolah; atau gimana menghadapi soal ujian; tapi kisah Dini kali ini, kayaknya sudah bisa jadi representatif alias wakil dari teman-teman SMA semuanya.

Dini punya anggapan kalo ketemu sama ujian, kayak ketemu ama hantu. Belum-belum udah punya pikiran, seakan-akan kalo ujian nanti begini dan begitu, apalagi kalo ujiannya bidang studi yang “killer” banget kayak matematika, fisika, kimia atau yang laen, wah ditanggung nggak ada senyum deh di wajah Dini, yang ada cuman tegang dan belingsatan.

Akhirnya Dini cari atau bikin contekan, tanya sana-sini. Hasilnya malah ujian Dini jadi amburadul. Ya, ada sih temen yang sudah high class alias ‘kreatif’ dalam soal contek menyontek, jadi hasil ujiannya juga OK, bukan berarti boleh menyontek lho, tapi gimana-gimana namanya juga hasil contekan nggak bikin kita puas dan yang jelas dosa bin maksiat ya nggak?

Setelah melalui masa-masa menegangkan itu, ada suatu titik akhir dimana Dini harus menerima hasil ujian. Kata “Tidak Lulus” menjadi momok di setiap tidur Dini, makan jadi nggak enak, tidur jadi nggak enak, sampe-sampe tidur pun ngimpi nggak enak, Iya soalnya tidur ngimpi ketemu hantu menakutkan yang bikin Dini ngompol di tempat tidur… huahaaa..husttt!!

Friend, hari yang dinanti itupun tiba, pengumuman kelulusan sangat menggembirakan hati Dini. Pasalnya, usaha yang dilakukan membuahkan hasil. Rasanya seperti habis disiram air, perasaan haru dan kegembiraan yang meluap menyelimuti hati Dini dan juga teman-temannya.

Nggak berhenti disitu friend, berangkat dari anggapan yang menakutkan itu juga, Dini memilih untuk melalu ‘masa bebas’nya dengan aktivitas yang sebebas-bebasnya. Pikirnya, kapan lagi kita bisa bersenang-senang kalo kita habis melalui masa menakutkan itu (maksudnya ujian tadi). Padahal remaja seumuran Dini, masih banyak yang musti dipikirkan dan dilakukan. Jangan hanya beralasan ingin melampiaskan kebebasan (lulus) lalu kita kehilangan segala-galanya.

Kayaknya kisah ini hanya cukup terjadi pada Dini saja, jangan sampe sobat muslim yang laen jadi menirunya. Sebab setelah kelulusan itu, Dini dan temen-teman sekelasnya punya hajatan pergi ke Puncak untuk merayakan kelulusan, tapi apa yang terjadi diluar dugaan mereka semua, teman laki-lakinya ada yang bawa pil koplo, hasilnya mereka semua jadi fly dengan obat setan itu. Kalo udah gitu, yang perempuan siap kehilangan virginitasnya, termasuk Dini, Naudzubillah min dzalik.

Takut? yang realistis dong!!!

Sobat muslim, takut, merupakan sebuah perasaan, dimana untuk bisa jadi takut atau kita takut karena adanya sebuah ‘bayangan’ menakutkan. Bayangan itu bisa berupa pemikiran, atau bisa berupa cerita-cerita, yang kita mendapatkannya mungkin ketika kita lihat teve, atau baca sesuatu. Kayak misal kenapa sih, kita koq jadi takut ama hantu, setan, sundel bolong, tuyul dan kroni-kroninya? Padahal kita baru melihatnya di teve atau karena sering baca komik horor, tapi karena perasaan kita makin sering dirangsang untuk takut hal yang demikian, maka akhirnya kita jadi takut.

Nah, persis analog diatas. Kenapa sih koq Dini jadi takut ama soal ujian, takut ama guru atau dosen yang killer. Itu semua berangkat dari perasaan kita saja, kita sering membayangkan sesuatu yang belum jelas adanya. Jadi titik persoalannya ada dua, pertama adanya “perasaan menakutkan” dan yang kedua, karena “seringnya” kita mengkonsumsi hal yang menakutkan itu. Trus gimana dong menghilangkannya? Ok, itu pertanyaan bagus.

Begini, ada pepatah yang mengatakan “jangan main api, kalo takut nanti kamu terbakar. Atau jangan main air kalo takut basah”, artinya, kamu musti menghabisi anggapan yang menakutkan tentang ujian, karena itu salah satu sebab kamu takut sama ujian. Caranya? Musti disiapkan sematang mungkin untuk menghadapi ujian tersebut. Buah jauh-jauh belajar SKS alias Sistem Kebut Semalam, bukan apa-apa karena kita nggak bisa mengira-ngira yang bakalan terjadi hari ini mulai dari pagi sampe sore, atau apa yang mungkin terjadi besok kita juga nggak tahu. Nah, karena kelemahan itulah belajar SKS nggak ada untungnya, setuju khan ?

Saran Imud, jangan pernah menunda untuk belajar. Menunda suatu aktivitas tidak hanya rugi bagi tapi juga dilarang oleh syariat Islam. Misal aja, kamu udah tahu kalo 3 hari lagi ada ujian, hari ini kamu menunda untuk belajar “ah..besok aja..khan masih ada waktu”, hari besoknya ternyata ditunda lagi “mendingan besok aja lebih deket ama hari ujian”, nggak tahunya besok kamu ternyata musti membantu bokap kamu, betulin genteng yang bocor atau apalah, “ya udah besok malam aja, enak kalo malamnya belajar besok paginya khan masih fresh” itu pikir kamu, tapi ternyata diluar dugaan, malam hari itu lampu mati semalaman karena hujan turun deras sekali, terpaksa kamu harus belajar pake penerangan sepotong lilin yang sering mati karena ketiup angin kencang sekali. Ditambah mata kamu nggak bisa bersahabat alias ngantuk. Paginya ketika ujian, kamu hanya berbekal materi yang didapat dari keterpaksaan, hiih..kacihan deh aku….hehe?

Sebenarnya, kalopun kita takut, mustinya kita takut pada sesuatu yang realistis, kayak kita kita takut menunda aktivitas belajar yang jadinya seperti diatas. Apalagi oleh syariat menunda-nunda aktivitas itu juga dilarang lho, coba simak sabda Rasulullah berikut :
“Bersegeralah kamu sekalian untuk melakukan amal-amal sholeh, karena akan terjadi suatu bencana yang menyerupai malam yang gelap gulita, dimana ada seseorang di waktu pagi ia beriman tetapi di waktu sore ia kafir, pada waktu sore ia beriman, tapi pagi hari dia kafir” (HR. Imam Muslim)

“Bersegeralah kamu untuk beramal, sebelum datang tujuh hal : kemiskinan yang melupakan, kekayaan yang membuat sombong, sakit yang dapat mengendorkan, tua renta yang dapat melemahkan, mati yang menyudahi segala-galanya, atau menunggu datangnya Dajjal padahal dia adalah sejelek-jeleknya yang ditunggu, atau menunggu datangnya hari kiyamat, padahal kiyamat adalah sesuatu yang amat berat dan menakutkan” (HR. Turmudzi)

Yang jelas kalo kita tetep ngeyel menunda aktivitas yang mau kita lakukan, akibatnya bisa macam-macam : pertama, kamu bisa nggak jadi melakukan aktivitas itu; kedua, dilakukan aktivitas itu tapi nggak maksimal hasilnya, selesai tapi dengan keterpaksaan; ketiga, ada aktivitas lain yang jadi ikut nggak bisa dilakukan, akibat dari aktivitas pertama kamu tunda tadi; keempat, terjadi penumpukan aktivitas yang itu bikin kita stress, karena terbebani banyak masalah.

Well, berangkat dari menunda aktivitas belajar itulah, bayangan menakutkan tentang ujian jadi singgah di benak Dini. Sehingga, Dini malah melakukan aktivitas yang dilarang oleh agama, salah satunya mencontek atau ngeliat jawaban soalnya teman sebelah waktu ujian. Jadinya, Dini melalui hari-hari ujian itu dengan perasaan takut, was-was dan yang pasti kita nggak percaya diri ama hasil ujiannya

Go, Wake Up, Friend !!!

Sobat, mitos seputar “lulus” yang menganggap lulus adalah akhir dari segalanya kudu kita buang jauh-jauh. Ini bukan hanya nggak baek, tapi cobalah kita lihat kisah diatas, atau mungkin kisah nyata laennya yang menceritakan luapan kegembiraan seputar kelulusan, semuanya menggambarkan kehidupan remaja itu kayaknya hanya penuh dengan hura-hura.

Padahal kalo kita mau jujur, apa sih yang sudah kita siapkan untuk masa depan kita sendiri? Atau apa yang sudah kita sumbangkan untuk Islam kita? Nggak banyak khan? Atau mungkin malah belum ada? Apa kita mau menyiapkan masa depan kita hanya dengan menghabiskan uang jajan yang dikasihkan oleh bokap and nyokap kita?

Segudang pertanyaan pertanyaan masih menyusul di belakang kita, sehubungan dengan posisi dan peran kita sebagai remaja, apalagi remaja Islam. Remaja yang dibenaknya hanya dipenuhi rasa takut menyongsong masa depan, hanya akan jadi pejuang yang melempem, ibarat kayu yang mudah lapuk, ibarat daun yang mudah layu. Kalo temen-temen SMA kita model begini, toh nanti kalo jadi mahasiswa juga nggak beda jauh. Titel sih mahasiswa, intelek kelihatannya, padahal otaknya tembelek...hih kasihan !

Sobat, kemunduran umat ini lebih disebabkan dari merosotnya taraf berpikir. Karenanya, langkah bijaksana tentu saja adalah berupaya bagaimana meningkatkan kembali taraf berpikir umat Islam ini. Berusaha memberikan gambaran yang jelas tentang pentingnya Islam bagi kehidupan kaum muslimin.

Nggak diragukan lagi bahwa pemikiran adalah senjata utama bagi setiap umat. Mereka akan bangkit bila pemikirannya maju, hidup, dan bersemangat. Mereka mundur bila pemikirannya surut apalagi lenyap. Keberadaan suatu umat akan lestari kalau obor pemikiran terus menyala, dan musnahnya umat disebabkan karena obor pemikirannya padam.

Para sahabat, kaum muslimin generasi dan angkatan pertama, menyadari kenyataan ini. Mereka berkata: “Cahaya dan sinar iman adalah banyak berpikir.” (dalam kitab Ad-Durrul Mantsur, jilid II, hlm. 409).

Jadi jelas dong, bahwa kebangkitan taraf berpikir akan mampu menumbuhkan kebangkitan di bidang lain. Sejarah telah mencatat dengan tinta emas, bahwa kejayaan Islam di masa lalu telah melahirkan ribuan mujtahid dan sekaligus cendikiawan muslim yang handal. Kemajuan Islam di bidang kedokteran, kimia, matematika, fisika, dan teknologi tinggi lainnya berhasil diwujudkan dari taraf dan pola pikir yang tinggi. Tercatat nama-nama seperti Ibnus Sina, Jabbir Ibnul Hayan, al-Khawarizmi, Ibnu Khaldun dan lain-lain. Karena mustahil, kemajuan tersebut dicapai dari pola pikir yang lemah dan taraf berpikir yang bobrok.

Sudah saatnya, kalo masih males dan menunda-nunda belajar kamu, silahkan tinggal dibelakang dan ucapkan selamat tinggal. Tapi jika kamu mau bangun dan bangkit bersama remaja yang peduli akan masa depan dirinya dan masa depan Islam, maka siapkanlah sejak detik ini, lalu ikuti langkah demi langkah. Are you ready ??

Pertama, hapus kebiasan berpikir dangkal kamu dengan cara mendidik, membina dan mengarahkan taraf berpikir kita menjadi pemikiran yang maju dan produktif. Kedua, belajarlah dari pengalaman-pengalaman kaum muslimin dengan cara melakukan berbagai analisis terhadap kenyataan (peristiwa) yang terjadi pada berbagai situasi dan kondisi, misalnya analisis di bidang ekonomi, politik, sejarah budaya, pendidikan, perbandingan agama dan kepercayaan. Ketiga, ikuti perkembangan masyarakat, negara dan dunia Islam, dengan begitu kita akan bisa mengkritisi, sehingga otak jadi tidak beku. Ok, tetap semangat!! (luky)

Wallahu’alam bis showab

You Might Also Like

0 comments