Ranupani Abah Amin dan Pendidikan

By 15.01 , ,

Melihat Kejauhan Desa Ranupani
Ranu Pani adalah sebuah desa yang berada tepat di lereng Gunung Semeru. Sebuah desa yang aman, makmur, tentram, dan damai. Dalam bahasa Jawa disebut desa yang gemah ripah loh jinawi, ayem tentrem kertoraharjo. Jika dari arah malang butuh 48 km menuju kesana melalui pasar tumpang dengan menaiki kendaraan jeep atau truk. Berbeda jauh dengan wilayah aslinya dilumajang justru lebih jauh sekitar dua jam dari pasar Senduro Lumajang, dengan kondisi jalan yang cukup terjal dan kanan kiri hutan. Sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani, ada kentang,kubis, cabe lombok, kacang polong, daun bawang dan daun mind. Kini kebanyakan penduduk beragama Islam, setelah itu Hindu, Kristen dan Budha.

Kasimin atau Haji Amin
Usianya cukup tua 91 tahun, salah satu pendiri desa Ranupani. Pak Kasimin biasa disapa dulu beragama Hindu penyebaran agama Islam di Ranupani yang saat ini bertumbuh sangat cepat tidak lepas dari jasa beliau. Masuk Islam pada tahun 70an dan langsung pergi ke Tanah Suci bersama Istrinya.  Di samping rumahnya ia bangun Mushola dibelakang rumahnya terdapat Massjid yang biasa dipakai mengaji oleh anak-anak kampung Ranupani, pengajarnya dari Cucunya Abah Amin, Imam masjidnya adalah anak H. Amin. Jangan tanya berapa anak cucu Abah Amin, karena saya sendiri bingung mengitungnya. Yang jelas didalam rumah ada Cucunya Bu Nurul 23 tahun masih kuliah. Amel dan Purwanto cicitnya yang masih kelas 5 SD. Luar biasa kontribusi yang diberikan oleh beliau terhadap Islam, ia bangun peradaban di desa Ranupani ia hidupkan masjid sehingga perkembangan Islam di desa itu cukup pesat. Bahkan saya pernah menemui seorang murid saya yang bapak ibunya beragama hindu namun menitipkan anaknya untuk belajar mengaji,sholat dan mengetahui Islam kepada guru ngaji disana.
Kawan saya berama Abah Amin

Ketika masih muda Abah Amin mengaku sering naik Semeru 3 kali sehari. Bicaranya penuh semangat kadang diselingi dengan candaan khas Abah. 1 Bulan saya berserta 4 kawan saya menginap di rumah beliau dalam misi mengajar di Sekolah desa terpencil. Kami sering bertukar pikiran dan bahkan beliau banya cerita tentang sejarah hidupnya yang penuh inspiratif.  Selain itu Abah juga adalah porter evakuasi mayat Soe Hok Gie. Yah tersisa Abah Amin saja yang masih hidup, dia bersama kawan-kawan mengakui bahwa jalur menuju Puncak Mahameru saat itu jauh lebih sulit ditempuh. Hutan masih lebat, jalur pendakian hanya berupa jalan setapak. Haji Amin mengangkat jenazah Soe Hok Gie dari semeru sampai bawah, bergantian dengan warga lainnya.

H. Amin (Abah)
Pendidikan
Saya seacrhing di google tentang Ranupani, semua berbicara keindahan, semua berbicara tentang panorama alam. Sayang tidak ada yang membahas tentang kebutuhan pendidikan di Ranupani. Hal yang menarik ialah presentasi, siswa SD yang lulus dan melanjutkan ke SMP sangat minim sebab banyak para siswi khususnya jika lulus SD langsung dikawinkan  beberapa pria didesa Ranupani oleh Keluarganya.  Belum lagi kesejahteraan guru yang tidak dihargai oleh pemerintah, sekali tidak dihargai pemerintah. Kebanyakan guru-guru disana adalah guru-guru yang mempunyai masalah dengan pemimpin daerah, entah masalah politik ataupun lainnya. Saya pernah bertemu dengan salah satu guru yang terkena imbas masalah politik dengan bupati Incumbent sehingga ia harus dimutasi , dikarenakan kawannya mencalonkan diri sebagai Bupati dan bersaing melawan incumbent, sialnya guru tersebut terindikasi memihak kawannya. Masalah lain ialah jarak yang ditempuh dari kota ke desa sangatlah jauh, belum lagi medan yang cukup terjal dilalui dengan menembus hutan dan jalanan berbatu. Apabila hujan mereka harus kembali ke kota atau bertahan di TKP sebab kondisinya sangat berbahaya. Hasilnya para tenaga pengajar di SD Ranupani dibuat shift waktunya, kadang pula mereka mendapat waktu mengajar harus menginap di rumah warga.
Kondisi Jalan jalur Lumajang Pohon Tumbang

waktunya olahraga !

Kondisinya lebih parah lagi ketika kelas 4-5 dijadikan satu kelas dengan 1 guru. Bisa dibayangkan bagaimana stresnya guru tersebut mengajar. Memanfaatkan tenaga kerja kampung sendiri, akhrinya ada beberapa putra desa yang dijadikan guru honorer sebulan dibayar Rp. 200.000,- itupun menurutnya kadang-kadang telat turun gajinya. Guru honorer tersebut ialah Mas Aris dan Bu Nurul salah satu cucu Abah Amin juga. Itulah sedikit cerita saya hidup sebulan di desa Ranupani Lereng Gunung Semeru, semoga bisa menjadi bahan pelajaran bagi kita untuk terus bersyukur dan semangat mencari ilmu.
Kondisi Ruang Kelas Berdebu dan Kumuh


You Might Also Like

4 comments

  1. mas bisa minta kontak'nya buat nanya nanya info di sana. terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

      Hapus
  2. ceritanta bagus saya suka dengan kata - kata "Saya seacrhing di google tentang Ranupani, semua berbicara keindahan, semua berbicara tentang panorama alam. Sayang tidak ada yang membahas tentang kebutuhan pendidikan di Ranupani".

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih mas atas kunjungannya. denger2 sih katanya disana sudah bagus,fasilitas semua sudah tersedia. anak2 mungkin lebih fokus belajar.

      Hapus